Senin, 02 Juni 2008

Artikel. "Menaikan BBM Bukan Solusi"

MENAIKAN BBM BUKAN SOLUSI

Meski dilematis, pemerintah akhirnya menaikan harga bahan baker minyak (BBM) bersubsidi. Kenaikan harga BBM dinyatakan pada tanggal 24 Mei 2008 pukul 00.00 WIB, dengan ketetapan harga premium dari Rp. 4.500 menjadi Rp. 6.000 per liter (33,3 %), solar dari Rp. 4.300 menjadi 5.500 per liter (27,9 %)dan minyak tanah dari Rp. 2.000 menjadi Rp. 2.500 per liter (25,0%). Sungguh dilematis, ketika kondisi perekonomian rakyat yang semakin sulit pemerintah malah menaikan harga BBM. Pertimbangan pemerintah menaikan harga BBM karena adanya peningkatan harga minyak dunia yang menyebabkan susbsidi menjadi sangat besar, sehingga memberatkan anggaran pendpatan dan belanja negara. Dengan meningkatkan harga BBM dunia yang telah mencapai lebih daei 120 dolar AS per barel, maka subsidi BBM dalam APBN meningkat menjadi Rp 265 triliun.

Beban APBN akibat kenaikan harga minyak dunia tidak bisa diselesaikan dengan menaikan harga BBM saja. Lebih dari itu, harus ada langkah konkret untuk mengurangi deficit anggaran yang kian besar pada tahun 2008. Pemerintah bisa melakukan penataan ulang pengelolaan sumber migas dan pertambangan, serta negosiasi ulang berbagai kontrak kerja sama pengelolaan sumber kekayaan alam yang kurang menguntugkan negara. Pemerintah jangan hanya meminta campur tangan PBB untuk mengatasi dampak dari gejolak minyak. Tetapi perlu ada pembenahan pengelolaan sumber daya di dalam negeri, khususnya kontrak pengelolaan kekayaan alam yang tidak memberikan manfaat besar bagi rakyat dan negara. Penataan ulang pengelolaan sumber kekayaan alam itu dinilainya lebih penting dari pada sekedar mendorong antisipasi dampak gejolak minyak, tanpa didasari langkah yang lebih berani dan komprehensif. Contohnya penggalian minyak di blok cepu oleh Exson Mobile, Indonesia mendapatkan 0% karena menurut menteri ESDM purnomo yusgiantoro, gas yang digali di blok cepu adalah gas beracun yang akan berbahaya bagi manusia.

Kebijakan pemerintah menaikan BBM berdampak besar bagi rakyat miskin. Rakyat miskin di Indonesai akan melonjak tajam menjadi sekitar 52 juta jiwa (25,4%) dari 36,6 juta jiwa (16,85%). Ini menunjukan dengan menaikan BBM berdampak besar bagi rakyat miskin. meskipun pemerintah membuat program Bantuan Langsung Tunai. Program BLT yang yang dilakukan oleh pemerintah pada tahun 2005 pun tidak bisa menyelesaikan kemiskinan di Indonesia. Dengan memberikan seratus ribu rupiah kepada rakyat tetapi rakyat harus menanggung kenaikan harga kebutuhan pokok yang begitu tinggi. Brogram BLT juga rawan terjadinya korupsi bagi aparatur pemerintahan di bawah baik RT, RW dan petugas Desa/kelurahan, ditambah lagi besarnya pengaruh konflik sesama warga.

Dengan adanya kenaikan harga minyak di dunia. Seharusnya bukan menarik kencang-kencang perut rakyat, tetapi yang harus ditarik kencang adalah para pejabat pemerintahan. Ketika APBN kita berat menanggung kenaikan minyak mentah. Seharusnya pemerintah lebih mengefesienkan anggran. Sekiranya anggaran itu tidak bermanfaat banyak bagi rakyat dan negara maka hapuskan dan alihkan untuk menambah anggaran subsidi BBM, bukannya mengurangi subsidi BBM dan menaikan harga BBM. Pemerintah hanya menginginkan lebih Instan dalam mengatasi melonjaknya minyak dunia. Tidak mau berfikir lebih dalam dan tidak mau bekerja keras dalam menyelesaikan masalah ini. Sebenarnya bukan satu-satunya jalan ketika alasan pemerintah APBN negara kita deficit dan lain sebaginya. Masih banyak yang harus dikerjakan oleh pemerintah dalam menanggulangi masalah tersebut. Seperti pemerintah berusaha menaikan produksi minyak mentah dan meningkatkan efesiensi cost recovery, efesiensi di pertamina dan PLN termasuk perbaikan manajemen Impor-Exspor minyak nasional, meninjau kembali standar penghitungan besaran subsidi, melakukan negosiasi dengan para kreditor untuk refinancing atau reprofling utang, menaikan sector perpajakan, dan program diversifikasi yang sudah lama dicanangkan disarankan untuk dipercepat, termasuk mempercepat konversi minyak tanah ke elpiji, konversi BBM ke batu bara di sekitar Industri, pengembangan biofuel (BBN) berbasis non pangan, serta optimalisasi energi panas bumi.